
Jakarta  - BlackBerry dan ponsel China telah menjadi kiblat baru operator  telekomunikasi dalam upaya mengakuisisi pelanggan baru lewat aksi bundling  ponsel. Sementara iPhone yang semula diproyeksi akan booming, kini  malah terkesan adem-ayem.
Demikian gambaran yang terjadi  dalam bursa ponsel Tanah Air setahun belakangan ini. Ponsel yang menjadi  acuan gengsi dan fungsi bukan lagi sendirian milik Nokia dari  Finlandia, tapi perlahan telah diambil alih oleh ponsel keluaran  Research in Motion (RIM) dari Kanada.
Meski seri BlackBerry yang  masuk ke Indonesia tak bisa dibilang banyak, namun tetap saja ponsel ini  tak pernah sepi peminat. Mulai dari seri Curve 8310, 8320, 8900  (Javelin), 8520 (Gemini), Bold 9000, Storm 9500, dan terakhir Onyx 9700.
Dari  sekian lini produk BlackBerry yang masuk ke Indonesia, hanya Storm yang  bisa dibilang gagal. Selebihnya, harus diakui laris manis di pasaran.  Baik yang masuk resmi lewat operator maupun distributor yang ditunjuk  RIM, atau bahkan yang lewat importir paralel dan pasar black market (BM).
Menurut  catatan operator mitra RIM di Indonesia, Storm yang mengandalkan  "Surepress" (layar tekan) cuma berhasil terjual paling banter ratusan  unit saja. Sementara lainnya, yang mengusung keyboard Qwerty, hampir  selalu ludes terjual dari stok yang disiapkan.
Hingga akhir 2009 ini,  operator yang telah resmi mengusung layanan BlackBerry di Indonesia  adalah Indosat, XL Axiata, Telkomsel, Natrindo Telepon Seluler (Axis),  dan Smart Telecom. Jumlah yang terbilang banyak dibanding operator  BlackBerry di negara lain.
Total pelanggan BlackBerry di lima  operator itu tercatat telah lebih dari 700 ribu pelanggan, melonjak  lebih dari 500% dibanding tahun sebelumnya. Suatu pencapaian yang  tentunya bikin RIM sangat happy, mengingat harga ponsel ini  sejatinya tidak murah.
Lihat saja, setiap BlackBerry baru  diluncurkan, harganya hampir selalu di atas Rp 5 juta. Dan anehnya,  ponsel ini tetap saja laku keras. Wajar jika kemudian RIM ketar-ketir  begitu mendapat larangan impor barang akibat kasus purna jual.
Saking  khawatirnya, Dubes Kanada pun sampai rela turun tangan langsung untuk  menyelesaikan kasus ini. Pantas saja, BlackBerry merupakan penghasil  pajak terbesar Kanada, dan Indonesia telah menjadi salah satu "lumbung  uang" terbesar mereka.
Itu sebabnya, Indonesia kini jadi negara  pertama di Asia yang dapat perhatian ekstra dari RIM saat meluncurkan  BlackBerry. Apapun serinya. Praktik ini sebelumnya sempat dilakukan  Nokia untuk Communicator--saat sedang jaya-jayanya di Indonesia.
Sebenarnya,  fitur andalan yang ditawarkan BlackBerry tak banyak. Hanya seputar  email gegas (push email), percakapan instan (BlackBerry  Messenger, Yahoo Messanger, Google Talk, MSN, dan lainnya), serta  jejaring sosial (Facebook, Twitter, dan lainnya). Namun dengan fitur itu  saja sudah cukup membuai pengguna kebanyakan.
Ponsel  China
Seperti biasa, kesuksesan suatu merek ponsel akan  pasti akan diikuti merek lain. Nah, berkaca pada sukses  BlackBerry, ponsel China yang sebelumnya berkiblat pada Nokia pun  berlomba-lomba membuat produk yang mirip dengan menempelkan embel-embel  "Berry".
Sebut saja, NexianBerry, MicXonBerry, MitoBerry, BlueBerry  dan "Berry-Berry" lainnya. Hampir setiap minggu keluar produk-produk  baru yang dibuat sedemikian rupa miripnya dengan ponsel pabrikan Kanada  ini--tentunya dengan harga yang jauh lebih murah. Dan ternyata, sukses.
Tak  hanya BlackBerry yang diantre calon pembeli. "Berry" jadi-jadian ini  pun sama. Meski yang mengantre ponsel ini level pembelinya jelas tak  sama dengan pengantre BlackBerry. Tapi tetap saja, peminatnya tak kalah  banyak.
Melihat gejala ini, operator jelas tak bisa lagi memalingkan  muka melihat potensi bisnis yang mulai menggiurkan. Alhasil, bundling  ponsel China pun jadi garapan serius. Selain untuk akuisisi  pelanggan, operator melihat ada potensi besar untuk mendapat pelanggan  baru untuk layanan data.
Meski tanpa fitur BlackBerry Messenger,  ponsel China merek lokal mayoritas dicari pembeli karena ada fitur  Facebook dan Yahoo Messenger. Dari situ saja operator sudah cukup senang  membayangkan trafik data yang akan lalu-lalang dari ponsel itu. Belum  lagi dari trafik suara (voice call) dan pesan pendek (SMS).
Seperti  yang terjadi pada BlackBerry, hampir setiap peluncuran ponsel China  tipe Qwerty, terjual sampai puluhan ribu unit. Satu hal yang sangat  jarang terjadi tahun-tahun sebelumnya. Maka jangan heran, jika total  impor ponsel ke Indonesia pada tahun ini--yang diperkirakan mencapai  35-40 juta--20% peredarannya dikuasai ponsel China.
Geliat ponsel  China nyatanya belum akan berhenti di sini. Kabarnya, para importir  ponsel China itu tengah menyiapkan sejumlah aplikasi, dimana salah  satunya untuk chatting--seperti BlackBerry Messengger kepunyaan RIM--dan  bisa terhubung ke seluruh ponsel China yang ada di pasaran.
Killer  application yang katanya akan marak disematkan sebagai fitur andalan  mereka di 2010 nanti, belakangan ternyata sudah mulai diterapkan oleh  Bakrie Telecom lewat ponsel Esia Messenger besutan Huawei.
iPhone
Selama  2009 ini, praktis ponsel yang terlihat benar-benar laku keras cuma  BlackBerry dan ponsel China. Smartphone seperti Nokia, Samsung, LG, atau  bahkan iPhone yang semula diperkirakan booming, terkesan adem-ayem.  Angka penjualan lini ponsel pintar ini tak sebegitu "wah" layaknya  BlackBerry dan ponsel China.
iPhone contohnya. Meski Telkomsel,  selaku operator tunggal yang dipilih Apple untuk memasarkan iPhone di  Indonesia, sudah habis-habisan mengeluarkan marketing expense, namun  ekspektasi yang didapat belum sesuai harapan.
Harga mahal yang  dipasang operator ini, jelas jadi entry barrier bagi masyarakat  Indonesia yang semula antusias. Alhasil, cuma segelintir orang berduit  saja yang mampu membeli ponsel dengan harga kurang lebih setara sepeda  motor. Dus, perbincangan ramai seputar iPhone cuma sebatas di  awal kemunculannya. Selebihnya? Anda bisa lihat dan rasakan sendiri.
Nah,  dengar-dengar, Telkomsel sendiri sebenarnya tak enak hati  memasarkan ponsel besutan Steve Jobs Cs ini. Namun karena sudah titah  langsung dari SingTel--salah satu pemilik saham terbesarnya--operator  ini tak kuasa menolak.
Jelas kalau Telkomsel keberatan. Untuk  memasarkan ponsel yang harganya tak ramah kantong ini, selain dipatok  target tinggi, hampir semua biaya marketing expense ditanggung  sendiri.
Kekhawatiran itu terbukti. Dari sisi penjualan, iPhone  dinilai gagal. Karena dari target 220 ribu, penjualan yang berhasil  dicapai katanya cuma sampai 20 ribu unit saja. Nah, untuk kejar target,  perlahan iPhone pun turun harga. Meski demikian, iPhone 3G yang meski  kini telah hadir dengan segala kelebihan seri "s", sudah kadung surut  peminat.
Hasil ini jelas tak memuaskan ekspektasi SingTel. Imbasnya,  dengar-dengar dari rumor yang beredar, tahun depan akan ada petinggi  Telkomsel yang ditarik pulang ke SingTel karena dianggap gagal merengkuh  pasar.
Ponsel Lainnya
Selain tiga merek  ponsel di atas, Nokia yang selama ini merajai pasar ponsel dunia dan  Indonesia, tentu tak mau tinggal diam melihat pangsa pasarnya terus  digerogoti. Beberapa upaya pun mulai digencarkan, termasuk merilis  ponsel Qwerty untuk bisnis dan ponsel layar sentuh dengan fitur andalan  musik.
Di samping juga merilis ponsel menengah bawah dengan  mengandalkan fitur Nokia Life Tools, Nokia coba melanjutkan kiprah  sukses dari seri E71 melalui E72 yang hadir dengan fitur kaya messaging.  Namun, jawaban dari percobaan ini belum bisa dibilang sesukses kiprah  sebelumnya.
Samsung yang sebelumnya dianggap sebagai penantang serius  hegemoni Nokia, juga tak mau ketinggalan. Lewat Corby, produsen asal  Korea Selatan ini tentu tak mau kehilangan "cuan" dari manisnya pasar  ponsel Qwerty.
Indonesia sendiri dinilai sebagai pasar ponsel yang  cukup unik. Di saat negara Eropa tengah menggilai ponsel dengan layar  sentuh, Indonesia malah lebih menyukai Qwerty. Namun untuk 2010  mendatang, Samsung memprediksikan, bisa jadi layar sentuh yang giliran  dicari masyarakat pemburu ponsel Indonesia.
Sedangkan LG, saudara  se-Tanah Air Samsung, pun pastinya juga ingin turut mencicipi "kue"  bisnis ponsel ini dengan mengandalkan seri Cookies. Namun kiprahnya  belakangan hampir tak terdengar lagi. Dengan banyak berpindahnya  punggawa Nokia Indonesia ke tempatnya, LG tentunya berharap mampu  berbicara banyak nantinya.
Belakangan juga mulai masuk ponsel dengan  sistim operasi Android milik Google. Meski di luar negeri penggunaan  ponsel ini cukup marak, namun sayangnya animo pasar di Indonesia belum  terlalu kelihatan. Sejauh ini baru ponsel China merek lokal yang  memasarkan di Indonesia.
Selain Android, Samsung juga punya ponsel  open source yang dinamakan "Bada". Bada yang dalam bahasa Korea berarti  "Samudera", jelas mendapat tantangan, bisakah diandalkan untuk  mengarungi samudera pasar ponsel 2010? Pertanyaan yang sama juga  sepatutnya dialamatkan pada ponsel-ponsel lain yang punya keunggulan  fitur masing-masing.