1 Desember 2009                 
    
Tepat tanggal 1 Desember, hari ini;  setiap orang di dunia melakukan berbagai aksi memperingati hari AIDS  se-dunia. Tak bisa dipungkiri, Epidemi HIV berkembang sangat pesat di  seluruh dunia termasuk Indonesia. Kasus ini telah mengakibatkan kematian  25 juta orang dan saat ini telah terdapat lebih dari 33 juta orang yang  hidup dengan HIV. Setiap hari terdapat 7.400 kasus baru HIV atau 5  orang per menit dan 96% di antaranya merupakan populasi di negara  berkembang. Di Indonesia hampir tidak ada  provinsi yang dinyatakan bebas dari HIV dan AIDS, bahkan diperkirakan  saat ini HIV dan AIDS sudah terdapat di lebih dari separuh  Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Berdasarkan data resmi dari  Departemen Kesehatan RI, hingga akhir Juni 2009, secara kumulatif  tercatat 17.699 kasus AIDS. Ada sebuah pertanyaan yang seringkali  diperbincangkan dan dipertanyakan, apakah ODHA (penderita AIDS) yang  diobati tidak lagi menular? Beberapa pakar terkemuka Swiss setahun lalu  mengeluarkan pernyataan, orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang memakai  terapi Antiretroviral (ARV) secara patuh boleh berhubungan seks  tanpa kondom.
 
 ARV Obat Alternatif bagi  Penderita AIDS
 ARV terbukti dapat menurunkan angka  kematian secara drastis, pasien kembali sehat, dapat bekerja normal dan  produktif. Menurut Prof. DR. Dr. Zubairi Djoerban, SpPD, KHOM dari Pusat  Pelayanan Terpadu HIV RS Cipto Mangunkusumo, ARV amat efektif untuk  pencegahan. Dia menjelaskan, pada kelompok yang minum ARV, tidak ada  pasangannya yang tertular HIV. Jumlah virus (viral load) merupakan  faktor prediksi utama penularan HIV. Dr. Zubairi mengungkapkan, untuk  ODHA dengan jumlah virus kurang dari 1.500 copies of HIV-1RNA/ml, amat  sedikit kemungkinannya bisa menularkan HIV. Hingga saat ini, sudah ada  4.158 pasien ODHA yang dirawat di RSCM dengan pengobatan ARV.
 
 -Karikatur sudengkek.com
 Dengan menggunakan ARV, kata Zubairi,  prevalensi HIV pasangan turun dari 10,3% (1991-1995) menjadi 1,9%  (1999-2003; P = 0.0061). ARV-nya, ODHA yang minum ARV, penularan HIV  turun 80%. Menurut Dr. Zubairi, ARV harus diberikan sebagai paket  pengobatan, bersama-sama dengan profilaksis co-trimoxazole, manajemen  infeksi oportunistik, tatalaksana komorbiditas, pengobatan nutrisi, dan  pengobatan paliatif. Ada beberapa upaya pencegahan penularan yang  dijelaskan Dr. Zubairi. Di antaranya upaya biomedik yang berupa ARV,  PMTCT, sunat, sirkumsisi, kondom, dan pengobatan penyakit menular  seksual. Selain itu, perlu juga ada upaya struktural dalam pencegahan.  Upaya tersebut meliputi ekonomi, budaya, pendidikan, hukum, kesetaraan  gender, perubahan perilaku, dan positive prevention. Sementara, menurut  Dr. Pandu Riono, MPH, PhD, Ketua Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit  Menular IDI, pengobatan ARV harus dilakukan sedini mungkin. Obat ARV  perlu dimulai sedini mungkin karena progresivitas penyakit terjadi  setelah banyak CD4 yang hancur . ARV dinilainya menekan replikasi HIV  dan viral load.
 Dengan mengonsumsi ARV, jumlah virus di  tubuh ODHA menjadi minimal dalam waktu 3-6 bulan. Ketika kadar virus  minimal, dideteksi dengan pemeriksaan yang disebut viral load atau VL  dinyatakan tidak terdeteksi. Intinya tanpa pengobatan ARV, infeksi HIV  akan berakibat fatal.
 Dapat  disimpulkan bahwa HIV/AIDS sudah ada obatnya (walaupun belum maksimal)  yaitu ARV. ARV disediakan gratis  oleh pemerintah. Sementara vaksin untuk HIV yang efektif hingga saat  ini masih dilakukan penelitian dan akan beredar di pasaran beberapa  tahun lagi. Semoga Bermanfaat.